Oleh : Ahmad Nurul Aufa dan Nadiah Mohammad Burhani

Di zaman modern ini, banyak sekali muda-mudi yang jarang mengikuti kajian di lingkungan rumah. Lebih banyak mendengarkan kajian melalui sosial media seperti YouTube, Tik-Tok, dan lain sebagainya. Dari tahun ke tahun beberapa ustadz dan kyai memiliki penggemar di dunia maya, seperti KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab di sapa Gus Baha’. Gus Baha’ ini merupakan putra ulama pakar Al-Qur’an dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA yang bernama KH Nursalim Al-Hafidz dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah. 

Dengan berpenampilan sederhana layaknya seorang santri, beliau memiliki ilmu yang sangat dalam mengenai tafsir Al-Qur’an, hadits, fiqh dan mengkaji berbagai kitab klasik. Gus Baha’ menyampaikan ilmu dengan pembawaan khas membawa kitab kuning dan berbaju putih, serta memakai kopyah hitam (agak diangkat keatas) sesuatu yang unik bagi khalayak di luar kalangan santri. Saat menyampaikan ilmu ke khalayak, beliau menyampaikan ilmu dengan sangat detail, lengkap, bahkan sampai hafal ta’bir (keterangan kitab yang beliau jelaskan) dan mudah difahami.

Dengan pembawaan kalem dan apa adanya, beliau mampu membuat khalayak yang mendengarkan menjadi tau apa yang dimaksud dari tema kajian tersebut dan mengena di hati. Keahlian beliau di bidang tafsir dan fiqh sudah tak diragukan lagi, sejak kecil beliau aktif mengikuti kegiatan bahtsul masa’il ketika mondok di Al-Anwar dan menghafalkan al-Qur’an sendiri, lalu ketika pulang dari pesantren beliau menyetorkan hafalannya ke ayahnya.  Sehingga beliau didaulat menjadi ketua lajnah tafsir al-Qur’an UII. Bahkan, seringkali beliau diundang untuk menjadi narasumber di berbagai universitas maupun event-event seminar.

Gus Baha’ merupakan murid kesayangan KH. Maimoen Zubair atau akrab di sapa Mbah moen. Dalam berbagai kesempatan, Gus Baha sering mendampingi Mbah Moen untuk berbagai keperluan. Mulai dari berbincang santai hingga urusan mencari jawaban atas berbagai persoalan. Dalam riwayat pendidikan, Gus Baha hanya mondok di pesantren ayahnya dan Al-Anwar Sarang. Beliau pernah ditawari oleh ayahnya untuk mondok di Rushoifah atau Yaman, namun Gus Baha memilih untuk tetap di Indonesia.

Gus Baha juga aktif memberikan materi melalui kajian secara langsung dibeberapa pondok pesantren dan aktif sebagai dosen sekaligus peneliti di Universias Islam Indonesia.

Selain dikenal sebagai ulama’ pembela orang awam, Gus Baha’ juga dikenal sebagai pembela orang biasa, bahkan orang terpinggirkan.

Bahkan dalam hal sholat wajib, Gus Baha’ mewanti-wanti betul agar imam sholat jangan terlalu lama membaca bacaan sholat. Baginda Nabi, menurut Gus Baha’, sangat suka sholat. Suatu saat ketika mengimami sholat, beliau mendengar bayi menangis. Baginda Nabi mempercepat sholatnya. Khawatir ibu dari bayi tersebut menjadi makmumnya.

Ada satu cerita lagi, kata beliau, jangan terlalu membesar-besarkan hal yang berpotensi membuat orang biasa jadi susah menjalankan syari’at Islam. Hindarilah omongan seperti misalnya saat ramadhan : “Rugi, Ramadan hanya setahun sekali kok gak sholat tarawih di masjid berjama’ah”. Itu namanya tak menghargai perasaan orang biasa

“Di luar sana itu, ada satpam, penjaga toko, tukang ojek, tukang parkir, dan banyak pekerja malam hari yang mungkin menangis di dalam hati. Mereka juga ingin tarawih, tapi mereka sedang bekerja”. 

Ini merupakan karakter Gus Baha begitu luar biasa. Ketika menyampaikan ilmu kepada khalayak, beliau menyampaikan ilmu rileks dan tak langsung menyalahkan, tanda kealiman dan kepandaian beliau tak diragukan lagi. Penyampaian ilmu yang relaks dan sesuai perkembangan zaman membuat Gus Baha’ digemari oleh banyak kalangan, mulai orang biasa, pejabat, dan sesama ulama’.

Metode dakwah beliau menggunakan metode ngaji pesantren (dengan membawa kitab kuning) dan terkadang menggunakan bahasa jawa (sesuai kondisi). Sebelumnya beliau menyampaikan dakwah di lingkungan pesantren saja, hingga Gus Baha mulai terekspos di berbagai media dan khalayak tau kealimannya, akhirnya beliau menjadi viral sampai sekarang tanpa menghilangkan tradisi ala pesantren, mengedepankan akhlak dan menghargai perbedaan. 

Meskipun berpenampilan sederhana dan mencerminkan seorang santri, nyatanya Gus Baha’ sering diajak diskusi dengan profesor dan ulama-ulama mancanegara. Gus Baha’ mengajak khalayak untuk berfikir dan merenungi kembali tentang hakikat agama yang rahmatan lil’alamin.

Materi yang disampaikan beliau juga relevan dengan kehidupan sehari-hari dan tidak menyudutkan berbagai pihak. Ditambah dengan era sekarang mendengarkan tausiyah atau kajian Gus Baha’ begitu mudah di akses, seperti di YouTube, Instagram, Facebook, Tik-Tok, dan lain sebagainya, membuat beliau semakin dikenal dan di sanjung khalayak. 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan