Oleh: M. Nasrul Ikhwan

Manusia memiliki tiga kebutuhan pokok dalam hidupnya. Salah satunya adalah pangan atau makanan. Untuk menciptakan sumber pangan, banyak cara bisa dilakukan. Bertani hasil alam, misalnya. Bicara soal tani, pekerjaan tersebut umumnya identik dengan orang tua di pedesaan. Jauh dari perkotaan, apalagi jangkauan anak muda. Kultur dan gengsi masyarakat dalam memandang pertanian masih mengakar. Perlu regenerasi petani muda di Indonesia karena zaman dan struktur demografi telah didominasi generasi millennial. Namun belum banyak dari mereka yang terjun ke dunia pertanian, padahal prospek bisnisnya cukup menjanjikan asalkan mengetahui kunci suksesnya.

Penulis beranggapan kenapa masyarakat Indonesia enggan menjadi petani termasuk anak petani sendiri? Padahal Indonesia dikenal dengan negara agraris.

  1. Profesi petani dianggap tidak bergengsi dan dipandang sebelah mata. Di mata anak-anak, petani hanya orang-orang yang harus menceburkan diri di sawah, kotor, belepotan tanah, mencangkul, menanam padi, dan terpapar sinar matahari.
  2. Tidak memberikan jaminan finansial. Anggapan ini muncul karena mereka melihat sebagian besar petani memiliki pendapatan rendah, rumahnya sederhana, mobil tidak punya dan kehidupannya biasa saja.

Pentingnya kehadiran generasi milenial di sektor pertanian Indonesia dirasakan sendiri oleh penulis, setelah menyadari sedikitnya jumlah petani milenial di daerah tempat tinggalnya, yaitu Kediri, Jawa Timur.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani milenial di Indonesia, yang berusia 19-39 tahun terus menurun. Dari tahun 2017 ke 2018, misalnya, terjadi penurunan kurang lebih 415 ribu orang.  Pandemi COVID-19 masih melanda Indonesia dengan jumlah kasus positif virus coronanya terus meningkat. Kondisi tersebut berdampak pada semua sektor, khususnya kesehatan dan aspek kehidupan ekonomi serta sosial masyarakat. Tak terkecuali sektor pertanian dan karenanya secara tidak langsung mengganggu sistem pangan Indonesia. Meski terganggu, sektor pertanian masih potensial menjadi tumpuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertanian menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan positif, sebesar 2,19 persen pada Agustus 2020. Pertanian bahkan mampu tumbuh dari 5 sektor penyumbang ekonomi nasional yang sedang mengalami kontraksi 5,3 persen.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo melalui laman resmi Kementerian Pertanian menyatakan hortikultura sayur mayur menjadi salah satu subsektor pertanian yang berperan dalam mendukung perekonomian nasional.

Keadaan itu sejalan dengan semakin mendesaknya keberadaan hortikultura, khususnya sayuran dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai sumber asupan vitamin dan mineral, maupun bahan baku produk olahan. Apalagi ketika pandemi, produk sayur mayur organik diburu karena dipercaya menyehatkan tubuh, dan juga mempunyai khasiat serta menjaga imunitas tubuh.

Penulis sendiri juga merupakan keluarga dari petani. Sejak satu tahun lalu, penulis sudah memulai bertani dengan lahan kurang lebih 500m untuk ditanami bayam, sawi dan kangkung, yang hasilnya dijual ke tukang sayur.

Bisa dikatakan sebagai seorang petani baru, penulis yang berusia 21 tahun merasa beruntung karena orang-orang di sekitar menyambut baik keputusannya untuk menekuni bidang pertanian, termasuk para petani senior di lahan tempatnya bekerja. “Petani di lahan tempat kerja menjadi sangat semangat, apalagi kalau tahu saya ini dari latar yang cukup berpendidikan. Senang bahwa anak muda di desa bertani lagi. Seperti menambah semangat mereka,” Katanya.

Bagi kebanyakan muda-mudi pedesaan, lebih banyak yang memilih untuk bekerja di bidang selain pertanian ketika memasuki usia produktif. Mereka beranggapan pertanian kurang menarik karena pendapatan sebagai seorang petani tak menentu.

Bagi penulis, pemikiran tersebut tumbuh dikarenakan mereka tak memahami analisis usaha tani. “Menghitung, satu tanaman butuh modal berapa? Berapa harga jual standar di pasar? Margin keuntungan berapa? Dari hal itu millennial di sini tertarik. Dari analisis usaha tani kemudian mereka diajarkan pola tanam, supaya hasil produk pertanian bisa berkelanjutan (panennya) per minggu, per dua minggu, atau per bulan,”.

Jika Anda masih ragu untuk bertani Anda bisa melakukan trading atau perdagangan produk pertanian terlebih dahulu. Anda dapat memulai dengan berdagang produk pertanian dengan menjadi distributor atau agen buah. Hal ini bertujuan agar Anda dapat mengenali karakter yang banyak dibutuhkan konsumen hasil pertanian, jenis, ukuran serta kualitas. Apabila Anda telah mampu dan berhasil menguasai pasar yang stabil dalam satuan tertentu, barulah Anda masuk di bidang budidaya.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan