Oleh : Puri Imroatul J

 

Ibnu Rusyd adalah pemikir Muslim yang berkemajuan dalam pemikiran dan mencerahkan dalam berislam. Ia adalah filosof yang berhasil memasukkan pikiran filsafat dalam diskursus syariat. Ia menjembatani perdebatan tentang ijma’ dengan argumentasi filsafati yang memberikan kemudahan dalam istinbath hukum Islam.

Perjalanan Hidup 

Ibn Rusyd atau nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, berasal dari keturunan Arab kelahiran Andalusia. Ibn Rusyd lahir di Andalusia (Spanyol) tepatnya di kota Kordoba tahun 526H/1198 M. Saat itu, Cordoba merupakan kota paling menonjol dan terkenal keilmuannya di Andalusia (Spanyol). Saat itu, Cordoba merupakan kota paling menonjol dan terkenal keilmuannya di Andalusia (Spanyol). Ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga ahli fiqh, ayahnya Ahmad atau Abu Al Qasim seorang hakim di Kordoba demikian juga kakeknya sangat terkenal sebagai ahli fiqh. Dengan demikian ia lahir dari keluarga terhormat alim dan taat dalam beragama Islam, kakek dan ayahnya penganut mazhab Maliki.

Lingkungan yang sangat kondusif itulah yang membuat Ibn Rusyd kecil haus ilmu pengetahuan, ia tumbuh menjadi anak yang memiliki kejeniusan luar biasa. Pada usia anak-anak saat itu, Ibn Rusyd sudah mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti Al-Qurán, hadits, fiqih, serta mendalami ilmu-ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Setelah menginjak remaja, ia terdorong keluar dari lingkar keluarga dalam menuntut ilmu. Ibn Rusyd mendatangi para fuqaha yang menonjol di kawasan Andalusia kala itu untuk berguru dan menimba ilmu. Diantara para fuqaha itu antara lain Abu Al Aim Basykawal, Abu Marwan bin Masarrah, Abu Bakar bin Samhun, Abu Ja’far bin Abdul Aziz, Abdullah Al Maziri, dan Abu Muhammad bin Rizq. Karena itulah, ketika Ibn Rusyd tumbuh dewasa, ia terkenal dengan ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. 

Kehidupannya sebagian besar digunakan untuk menjalani tugas sebagai hakim dan dokter, tapi di barat ia dikenal sebagai filosof yang banyak mengkaji dan mengomentari pemikiran Aristoteles. Ibn Rusyd termasuk orang jenius, banyak menghasilkan karya tulis dalam berbagai bidang. Ia ahli hukum Islam, filsafat, menguasai ilmu kedokteran, kalam, bahasa, fisika, dan astronomi. Menurut Ibrahim Madkur, Ibn Rusyd adalah filosof muslim besar periode terakhir dalam dunia filsafat Islam.

Semasa hidupnya, Ibn Rusyd seorang yang suka hidup sederhana dan bersahaja tanpa memperdulikan tentang pakaian, harta benda. Walaupun begitu sifatnya sangat pemurah sekalipun kepada orang-orang yang pernah memusuhi atau menghina dirinya. Demikian satu dari ciri-ciri kebaikannya, juga terkenal seorang yang sangat rendah hati terutama kepada orang-orang yang miskin.

\

Pengaruh dan Pemikiran Ibnu Rusyd 

Kenyataan yang tak terbantahkan bahwa kemajuan peradaban Barat (Eropa) sejak abad ke-12 tidak terlepas dari sumbangan peradaban Arab-Islam yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh filosof saintis muslim. Orang-orang Barat menimba ilmu dari orang-orang Islam dan membangun peradaban mereka setelah mendapat sentuhan dari peradaban Islam. Oleh karena itu Gustave Lebon mengakui bahwa orang Arablah yang menyebabkan Barat mempunyai peradaban, mereka adalah imam bagi Barat selama enam abad.  Demikian juga Rom Landau menegaskan bahwa dari orang-orang Arab-Islam inilah orang-orang Barat belajar berpikir objektif dan menurut logika. Arab telah membukakan mata Barat untuk belajar berlapang dada dan mengembangkan toleransi terhadap kaum minoritas. Hal tersebut membawa Barat kepada kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan.

Tokoh-tokoh ilmuwan, filsuf dan saintis Barat banyak yang belajar dari filsuf dan saintis muslim.  Banyak tokoh-tokoh ilmuwan dan filosof muslim Abad Pertengahan mendapat tempat yang terhormat di kalangan sarjana-sarjana Barat. Namun tokoh filosof dan pemikir muslim yang dianggap paling berpengaruh dalam proses alih ilmu pengetahuan dan filsafat Islam ke Barat adalah Ibn Rusyd.Kontribusi Rasionalisme Ibn Rusyd dalam Syariah, yaitu salah satu pandangan Ibn Rusyd yang menonjol adalah teorinya tentang harmoni (perpaduan) agama dan filsafat (al-ittishal baina al-syariah wa al-hikmah). Ibn Rusyd memberikan kesimpulan bahwa “filsafat adalah saudara sekandung dan sesusuan agama”. Dengan kata lain, tak ada pertentangan antara wahyu dan akal; filsafat dan agama; para nabi dan Aristoteles, karena mereka semua datang dari asal yang sama. Ini didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an dan karakter filsafat sebagai ilmu yang dapat mengantarkan manusia kepada “pengetahuan yang lebih sempurna” (at-tamm al-ma`rifah). 

Dalam buku kecilnya yang berjudul Fashl Al Maqal fima Baina Al Hikmah wa Asy Syari’ah min Al Ittishal (Kaitan filsafat dengan Syariat), Ibn Rusyd menjelaskan tentang harmonitas antara `aql (akal/nalar) dengan naql (transferensi) mengenai metode (manhaj) dan tujuan akhir (ghayah). Menurutnya, belajar filsafat dan berfilsafat itu sendiri tidak dilarang dalam agama Islam, bahkan alQuran sebagai pedoman umat Islam berisi banyak ayat yang menghimbau agar mempelajari filsafat. Untuk menghindari adanya pertentangan antara pendapat akal serta filsafat dan teks al-Quran. Ibn Rusyd menegaskan bahwa teks al-Quran itu hendaknya diberi interpretasi sedemikian rupa atau dilakukan takwil. Takwil inilah merupakan salah satu bahasan penting dalam buku kecil ini.  

Mengenai hubungan antara agama dan filsafat, menawarkan satu pandangan baru yang orisinil dan rasional, dalam arti mampu menangkap dimensi rasionalitas baik dalam agama maupun dalam filsafat. Rasionalitas filsafat dibangun atas landasan keteraturan dan keajekan alam ini, dan juga pada landasan prinsip kausalitas. Sementara itu, rasionalitas agama juga dibangun atas dasar maksud dan tujuan yang diberikan sang Pembuat Syariat, dan yang pada akhirnya bermuara pada upaya membawa manusia kepada nilai-nilai kebajikan atau al-fadlilah.  

Ibn Rusyd juga mengatakan bahwa siapa yang mempelajari anatomi akan meningkatkan keimanannya kepada Allah Yang Mahakuasa dan Esa. Pernyataan ini muncul dari berpegang teguhnya ia pada teks agama melalui penajaman akal budi. Ini membuktikan bagaimana ia mengenal Allah. Dalam banyak karyanya di bidang filsafat dan kedokteran kita jumpai ketaatan dan kedalaman pemahamannya terhadap Alquran dan hadits. 

Tidak ada satu bentuk pemikiran yang berkembang di masanya yang berhasil lolos dari kritik dan analisanya; sebuah kritisisme yang dibangun di atas rasionalitas yang mapan. Munculnya pemikiran Ibn Rusyd tak ubahnya seperti “goncangan” terhadap status quo. Disamping meneriakkan terbukanya pintu ijtihad dalam segala bidang, juga berupaya melakukan rasionalisasi terhadap segala bentuk keilmuan di masanya. 

Rasionalitas Ibn Rusyd terlihat dari beberapa argumentasinya dalam memahami permasalahan akidah Islam. Ibn Rusyd mangakui adanya kebebasan aksi dalam diri manusia. Ibn Rusyd telah berhasil melakukan rasionalisasi terhadap permaslahan qadl dan qadr yang selama berabad-abad menjadi sentral persengketaan antar aliran dalam Islam. Keimanan terhadap qadl dan qadr Tuhan tidak akan membredel tanggung jawab manusia, juga tidak akan memberangus otoritas Tuhan atas makhluk-Nya. Setiap perbuatan manusia, selain merupakan kehendak dirinya sendiri bukan paksaan dari Tuhan, juga merupakan perbuatan yang sangat bergantung pada ikatan yang ada di luar kehendaknya sendiri. Ikatan tersebut adalah ciptaan Tuhan yang lepas dari intervensi manusia. Perbuatan manusia adalah kehendaknya sendiri dengan aturan pelaksanaan yang telah ditentukan oleh Tuhan. 

Rasionalitasnya dalam masalah akidah terlihat pula dalam menyelesaikan permasalahan kausalitas dalam Islam. Ketika para ahli kalam menjustifikasi kemukjizatan seorang rasul, maka mereka, secara tidak sadar, telah tergiring pada sebuah pengingkaran terhadap kausalitas di dalam alam semesta. Tidak ada ketetapan hukum di alam semesta, semuanya hanya berupa kebiasaan. Semua kejadian di alam semesta merupakan ciptaan dan kehendak Tuhan yang mampu melakukan apa saja yang Ia kehendaki. Ibn Rusyd dalam hal ini mampu memberikan argumentasi baru yang berbeda sama sekali dengan argumentasi para ahli kalam.  

Argumentasi tersebut tidak membuatnya mengingkari keberadaan mukjizat dalam Islam, apalagi sampai memaksanya untuk menyatakan sesuatu yang tidak rasional; seperti pengingkaran terhadap kausalitas alam semesta. Kebenaran seorang nabi tidak hanya didasarkan pada mukjizat yang dibawa, melainkan pada muatan risalah yang diemban. Mukjizat hanya sebuah pengukuh terhadap kebenaran sebuah risalah. Dari itu, pengakuan terhadap mukjizat tidak mengharuskan kita menolak sesuatu yang terjadi secara berulang-ulang di depan mata. 

Mengingkari karakteristik di dalam alam semesta sama saja dengan mengingkari sunnatullah. Mengingkari hal tersebut tak ada bedanya dengan mengingkari hikmah ciptaan Tuhan, lebih-lebih jika pengingkaran tersebut membawa pengaruh negatif bagi kemajuan peradaban manusia. Manusia cenderung tidak agresif dalam menemukan rahasia alam semesta. Peran akal menjadi tidak optimal dalam menyikapi setiap permasalahan. Semuanya akan dikembalikan pada kekuasaan dan kehendak Tuhan. Tuhan Maha Berkehendak atas segala hal di muka bumi ini. 

Nilai progresivitas pemikiran Ibn Rusyd terlihat pula dari upayanya menyelesaikan problematika pertentangan antara agama dan filsafat melalui metode tawil. Penggunaan takwil berarti memberikan porsi seluas-luasnya kepada akal manusia untuk menyikapi semua permasalahan yang ada. Ibn Rusyd tidak risau bila metode penakwilan harus diambil dari umat di luar Islam. Ibn Rusyd mengingatkan keberadaan komplikasi dalam setiap keilmuan; di mana yang datang belakangan mengambil manfaat dari temuan para pendahulunya. Lebih dari itu, Ibn Rusyd sangat menghargai adanya perbedaan pendapat. Perbedaan agama tidak menghalangi dirinya mengkaji filsafat Yunani. Ibn Rusyd juga menganjurkan dilakukannya integrasi keilmuan antara Islam dengan agama-agama lain. Kebenaran adalah sesuatu yang harus dicari, namun tidak untuk dimonopoli. 

Karya Ibnu Rusyd

Beberapa karya Ibn Rusyd yang masih dapat dilacak diantaranya sebagai berikut: 

Filsafat dan hikmah  

Tahafut At Tahafut (kerancuan dalam Kerancuan) adalah tanggapan atas buku Al Ghazali Tahafut Al Falasifah (Kerancuan Para Filosof)6 

Jauhar Al Ajram As Samawiyah (Struktur Benda-benda Langit) 

Ittishal Al ‘Aql Al Mufarriq bi Al 

Insan (Komunikasi Akal yang 

Membedakan dengan Manusia) 

Masa’il fi Mukhtalif Aqsam Al Manthiq (Beberapa Masalah tentang Aneka Bagian Logika) 

Syuruh Katsirah ‘ala Al Farabi fi 

Masa’il Al Manthiqi Aristha (Beberapa 

Komentar terhadap Pemikiran Aristoteles) – Maqalah fi Ar Radd ‘ala Abi Ali bin Sina (Makalah Jawaban untuk Ibnu Sina), dan lainnya banyak sekali. 

Ilmu kalam 

Fashl Al Maqal fima Baina Al Hikmah wa Asy Syari’ah min Al Ittishal (Uraian tentang Kitan filsafat dan 

Syari’ah) 

I’tiqad Masyasyin wa Al 

Mutakallimin (Keyakinan kaum Liberalis dan Pakar Ilmu Kalam) 

Manahij Al Adillah fi ‘Aqaid Al Millah (Beberapa Metode Argumentatif dalam Akidah Agama), dan lain-lain. 

Fikih dan ushul fikih 

Bidayah Al Muqtashid wa An Nihayah Al Muqtashid (Dasar Mujtahid dan Tujuan Orang yang Sederhana). Kitab ini diakui oleh Ibnu Jafar Zahabi sebagai buku terbaik di sekolah ilmu fikih Maliki, dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan sangat terkenal. 

Ad Dar Al Kamil fi Al Fiqh (Studi Fikih yang Sempurna) 

Risalah Adh Dhahaya (Risalah tentang Kurban), dan lain-lain. 

Ilmu astronomi 

Maqalah fi Harkah Al Jirm As Samawi (Makalah tentang Gerakan 

Meteor) 

Kalam ‘ala Ru’yah Jirm Ats Tsabitah (Pendapat tentang Melihat 

Meteor yang Tetap Tak Bergerak) 

Ilmu Nahwu 

Kitab Adh Dharuri fi An Nahw (Yang Penting dalam Ilmu Nahwu) 

Kalam ‘ala Al Kalimah wa Al Ism Al Musytaq (Pendapat tentang Kata dan 

Isim Musytaq) 

Kedokteran 

Al Kulliyat fi Ath Thibb (Studi Lengkap tentang Kedokteran). Sebanyak 7 jilid, dan menjadi rujukan dan buku wajib di berbagai universitas di Eropa. Diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, 

Inggris, dan Ibrani. 

Syarh Arjuwizah Ibn Sina fi Ath Thibb. Secara kauntitas kitab ini paling banyak beredar. Menjadi bahan kajian ilmu kedokteran di Oxford University Leiden dan Universitas Sourborn Paris. 

Maqalah fi At Tiryaq (Makalah tentang Obat Penolak Racun), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani. 

Nasha’ih fi Amr Al Ishal (Nasihat tentang Penyakit Perut dan Mencret), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin dan Ibrani. 

Mas’alah fi Nawaib Al Humma 

(Masalah tentang Penyakit Demam)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan