Oleh : Isna Istighfarin

Lebaran, seharusnya menjadi moment bagi seluruh keluarga untuk berjumpa sembari melepas rindu dan juga mensucikan jiwa dari dosa- dosa yang pernah dilakukan selama setahun. Namun, lebaran ’21 berbeda. Masih bernuansa pandemi. Larangan mudik juga masih ada. 

Tapi entah kenapa meski lebaran dengan nuansa pandemi sudah terjadi sejak 2020, rasanya lebaran tahun ini amat sangat garing dibandingkan dengan tahun kemarin. Padahal harusnya kita sudah terbiasa dengan lebaran nuansa pandemi ini ya. Mungkin karena 2 tahun tak bersua dengan keluarga mangkannya rasanya sangat garing. 

Adanya aturan penyekatan mudik turut andil menjadikan lebaran tahun ini benar- benar garing. Padahal banyak yang sudah mendambakan untuk pulang ke kampung halaman. Tapi semua ketaatan pasti akan bermanfaat juga bagi diri kita masing- masing. 

Oiya, yang menambah garing lebaran tahun ini juga salah satunya tugas kuliah yang bejibun. Libur lebaran seminggu rasanya hanya sehari. Kurang lama. Ngeluh. Dan, yang pasti capek. Tapi tak apa, semua pasti berlalu. 

Sedikit curhat, kalau h- seminggu lebaran aku masih disibukkan dengan tugas membuat sebuah video feature dengan tema ramadhan dengan durasi minimal 10 menit dari bu dosen panutan. Sungguh, nugas di bulan puasa adalah sebuah ibadah paling berpahala bagi mahasiswa. Niat dan tekad harus ditata di tengah – tengah rasa haus dan lapar. Demi sebuah nilai untuk mengantarkan diri ke masa depan impian. 

Agak naas mungkin, selama mengerjakan tugas harus kulalui seorang diri tanpa adanya teman- teman seperjuangan disamping karena puasa waktuku kuhabiskan di kota kelahiran ketimbang di kota tempatku belajar. Tapi beruntung, urusan sambat menyambat kami selalu berdampingan walaupun hanya via online. 

Belum kelar beban dari perkuliahan, beban sebagai seorang anak pun tak luput menghampiri. Dimana sibuknya aku yang harus wira- wiri sana- sini menyiapkan hampers lebaran untuk sanak saudara dengan komando dari ibu. “Beli toples ukuran 13B 5 buah. COD egg roll plus nastar didepan geprek juara jam 08.30. Check isi hampersnya udah betul belum. Tas merah untuk nenek. Yang hitam mbah kong. Yang kresek putih budhe itu, yang

kresek putih lainnya budhe ini.” Serasa jadi robot. Tapi tak apa, semua demi pahala dan sangu kekeke. 

Selesai komando bagi- bagi hampers, tanpa babibu kuajukan pengadaan baju lebaran pada ibu sebagai ganti upahku selama menjadi kurir antar hampers. Dan alhamdulillah, usaha memang tidak pernah menghianati hasil. Ibu meng- acc permintaanku. 

Setelah mengantongi acc, keesokan hari aku bergegas berkelana mencari toko kain terbaik di kota ku. Namanya toko kain “Aulia”. Toko langganan ibuku selama bertahun tahun. Dengan berbekal catatan panduan ukuran dan jenis kain dari ibu pastinya, mataku berbinar saat menyaksikan gulungan- gulungan kain warna- warni dengan berbagai corak. Dalam batinku aku berceletuk “ ya allah arin pengen besok punya toko kain sendiri biar pas mau buat baju tinggal gunting sana sini”. Hehe. Sedikit cerita, dari kecil aku sudah sangat akrab dengan toko kain. Ibuku yang seorang penjahit menjadikanku sedikit punya wawasan tentang dunia perkainan atau bahasa jawanya pergombalan. Kekeke. Dari dulu aku sangat bersyukur sekali dilahirkan dari ibu seorang penjahit, karena baju model apapun bisa ku request dengan ukuran dan kualitas yang sempurna. 

Oh iya, selama bulan puasa ada cara yang sering aku lakukan agar terhindar dari stress akan tumpukan tugas kuliah dan rumah yang bejibun antri untuk dieksekusi. Cara itu kunamai ngabuburit alone tanpa arah. Dimana setiap sore jam 17.00 setelah kelar bantu ibu 

menyiapkan menu buka puasa, aku selalu berkeliling kota mengendarai motor seorang diri. Dari daerah kota hingga desa ku eksplore setiap hari. Sembari lirik kiri kanan jalan siapa tau menemukan takjil yang menggoda. Seperti itulah kegiatanku h- seminggu lebaran. 

Allahuakbar … Allahuakbar … Allahuakbar … Lailahaillallahu allahuakbar … Allahuakbar walillah ilham. Senang bercampur sedih saat mendengar lantunan takbir di malam terakhir bulan puasa yang sekaligus menjadi pertanda akan datangnya hari yang fitri. Sebulan sudah kita menahan hawa nafsu, sekarang saatnya kita untuk mensucikan jiwa dari kesalahan- kesalahan selama satu tahun yang lalu. 

Sangat disayangkan karena sudah 2 tahun ini malam lebaran tanpa hadirnya sebuah takbir keliling. Sebelum pandemi, disetiap malam takbir akan banyak dijumpai mobil- mobil pick up yang mengangkut bedug dengan diikuti para bocil- bocil dan orang dewasa yang memegang obor mengelilingi jalanan- jalanan, menambah kesan hangat dan tenang di malam takbir. Tahun ini hanya bisa takbir di masjid dan surau- surau sekitar rumah. Tapi

tetap bersyukur lah pastinya. Karena Kebersamaan malam takbir tak pernah lekang oleh waktu. 

Sebagai perempuan, ehm, di malam takbir menjadi malam paling riweuh dan melelahkan. Bersih- bersih rumah hingga menata camilan camilan kue kering dimeja adalah kegiatannya. Belum lagi jika ada panggilan dari ibu yang sibuk di dapur. Entah panggilan perintah untuk menggantikan ibu menunggu ayam yang sedang digoreng atau hanya sekedar panggilan pengecheck an jikalau anaknya tidur. 

Di Pagi yang indah berhiaskan lantunan takbir di masjid- masjid, satu per satu orang berdatangan dengan raut wajah berseri tersenyum cerah. Kecil, dewasa hingga tua, kaya miskin bersatu dengan satu tujuan yang sama. Yakni sholat idul fitri sebagai bentuk ucapan syukur kepada yang maha kuasa karena telah dipertemukan kembali dengan hari yang suci. 

Seperti tahun sebelumnya, berjalan kaki ke masjid adalah cara favoritku bersama nenek. Menurutku berangkat sholat idul fitri paling enak jalan kaki, di tengah jalan kita bisa menyapa tetangga- tetangga dan berjalan bersama. Berjalan kaki juga menambah rasa kebersamaan antar tetangga. 

Hal unik dan berkesan di moment lebaran lainnya adalah “megengan”. Biasanya acara ini dikhususkan hanya untuk kaum laki- laki yang diselenggarakan setelah sholat idul fitri. Para bapak- bapak akan berkumpul di masjid atau surau- surau dengan membawa makanan atau berkat masakan istri- istri mereka. Karena istri- istri para bapak berbeda jadi makanan yang dibawa pun juga berbeda. Dari nasi kuning hingga kebuli tersedia di acara megengan, biasanya terselip juga buah pisang dan kerupuk sebagai tambahan pemanis di dalam berkat. 

Megengan ini diisi dengan doa- doa sebagai ungkapan rasa syukur kepada yang kuasa. Setelah berdoa para bapak- bapak, mas- mas dan juga adik- adik yang tentunya laki laki akan menyantap berkat bersama- sama. Sungguh budaya yang begitu hangat dan mengasyikkan. 

Seusai megengan, biasanya bapak memanggil seluruh anggota keluarga untuk sungkem dan dilanjut bermaaf- maafan. Baru setelah itu kita mudik kilat. Kunamai mudik kilat karena asal bapak dan ibuk hanya dipisahkan dengan sungai. Sebenarnya bersyukur sekali karena setiap tahun masih bisa mudik bahkan saat pandemi sekalipun. Tapi yang bikin garing itu karena keluarga luar kota bahkan pulau yang biasanya mudik ke jawa 2 tahun ini tidak bisa mudik.

Minta maaf via online, menjadi jalan ninja untuk dua keluarga yang saling rindu namun tak mampu untuk bertemu. Dan ya THR tahun ini juga berbasis online. Apalagi kalau bukan dengan cara di transfer. Oh iya sedikit curhat lagi, jujur THR tahun ini menurun drastis. Padahal kan semakin tua usia harusnya dapat THR nya lebih banyak, tapi tahun ini kok agak gimana gitu ya. Kan semakin tua kebutuhannya semakin banyak. Hiks. Canda hehe. Diberi aja harusnya udah bersyukur daripada nggak diberi sama sekali. Itung-itung bisa dibuat beli paketan buat scroll tiktok dan instagram. Yang penting bersyukur. 

Nenek. Orang paling disayang saat bagi- bagi THR. Bagaimana tidak, nominal THR dari nenek itu biasanya paling besar dibanding dengan yang lain seperti bibi, paman, kakak dan ayah orangtua kekeke. Kalau dilihat- lihat nenek seperti orang yang tidak begitu suka dengan yang namanya uang saking besarnya nominal yang diberikan untuk para cucu- cucunya. Orang kedua dengan pemberian THR terbesar adalah bibi. Meski diam- diam ternyata seorang bibi itu bagiku menjadi malaikat penolong kekrisisan para keponakan- keponakannya. Mungkin karena para bibi itu menganggap keponakannya seperti anaknya sendiri. 

Lanjut masih seputar THR, kenapa ibu nggak di urutan pertama?. Emm kayaknya semua anak pernah ngalamin deh, minta THR ke orang tua terutama ibu pasti jawabnya “udah gede nggak usah minta sangu”. Eits bukan berarti kalau kita minta THR ke orang tua terus nggak dikasih itu berarti orang tua kita pelit, bukan. Menurutku ada makna mendalam dari kata- kata yang keluar saat kita minta THR terus nggak dikasih. Bukan karena kita setiap hari tinggal bersama orang tua terus nggak dikasih THR, nggak juga. Ada kok orang tua yang ngasih THR, tapi menurutku THR orang tua itu adalah THR paling besar dan orang tua menjadi orang dengan nominal pemberian THR di atas nomor satu. tidak ada yang mampu menyamai nominal THR dari orang tua. THR dari orang tua pun juga bermacam- macam warna. Walau nominal itu bukan berupa angka, namun THR pemberian merekalah THR yang amat sangat berharga. 

Khong guan misterius. Kalian yang bersilaturahmi di rumah orang yang sudah sepuh pasti penasaran dengan isi dibalik kaleng khong guan. Bukan bermaksud menjelek- jelekkan orang tua yang sepuh, tidak. Namun khong guan isi renginan yang hampir ada di setiap rumah nenek- nenek dan kakek- kakek menjadi hal yang sangat menghibur dan secara tidak langsung menjadi hal yang paling dirindukan di setiap momen lebaran. Unik dan beda dari yang lain. Mungkin itulah konsep lebaran di rumah nenek dan kakek. Meski tampilan luar

tampak modern namun isi tetaplah tradisional. Soal rasa pun jangan diragukan lagi. Kue kering tradisional hingga krupuk- krupuk khas pedesaan menjadi primadona di setiap momen lebaran. Rasanya pun nggak kalah enak dari kue kering masa kini. Dan tentunya sehat. Bahkan terkadang tak segan- segan nenek dan kakek memberikan makanan mereka kepada para cucu agar tetap bisa memakannya saat dirumah. 

Madumongso. Ada yang tau makanan ini nggak?. Madumongso ini adalah makanan sejenis jenang- jenangan khas lebaran di beberapa kota di Indonesia. Kalau coba searching di mbah Google sih katanya makanan ini berasal dari Kota Madiun, yang kebetulan adalah tanah kelahiranku, hehe. Bangga lah. Madumongo ini terbuat dari ketan hitam yang difermentasi selama beberapa hari yang kemudian dimasak bersama santan hingga kadar airnya berkurang. Nah, madumongso sendiri ini berasal dari kata madu dan mongso. Madu menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah cairan yang banyak mengandung zat gula pada sarang lebah atau bunga (rasanya). Mongso bisa berasal dari bahasa Jawa dimongso yang artinya makanan. Atau mongso juga berarti waktu atau masa. Rasa madu mongso sendiri lebih cenderung masam agak manis. Kalau kata ibuku semakin tahan lama semakin legit rasanya.. tahan lama madu mongso itu bisa didapat dengan cara memasaknya. 

Oke, setelah satu minggu lebaran, kesana kemari keliling desa dari rumah ke rumah kita bermaaf- maafan, kini tiba saatnya untuk lebaran ketupat. Sebenarnya agak bingung kok ada sebutan lebaran ketupat. Sejak kapan juga ada lebaran ketupat. Agak bingung sebenarnya. Kalian tau nggak kenapa ketupat selalu ada di moment lebaran?. Ternyata ketupat punya filosofi dan arti yang mendalam lho kawan. Nama ketupat itu memiliki arti berupa ngaku lepat dalam bahasa jawa, atau mengaku salah. Setelah berpuasa orang itu sudah diampuni dosanya. Dan bentuk ketupat yang dibungkus dengan janur juga memiliki arti lho, yakni jaa nurun, yang artinya cahaya islam. Lalu perumpamaan beras yang asalnya satu satu dibungkus artinya Indonesia membawa kesatuan dan persatuan. Ketika sudah mengaku lepat atau salah, orang itu jadi tawadhu’ alias tidak sombong. Diikat dalam suatu tempat berupa janur. Ketupat biasanya paling enak dimakan bersamaan dengan opor atau sayur lodeh. Wah jadi pengen makan ketupat sayur nih. 

Setelah satu minggu berlebaran dan satu per satu toples kue kosong, biasanya ibu akan menyuruh menata toples- toples itu kembali ke dalam rumah, maksudnya ditata di tempat semula karena lebarannya sudah selesai dan juga karena tamu sudah berkurang dan

jarang datang. Tapi bukan berarti kue kering habis kita nggak terima tamu ya. Masih menerima, dan selalu kita open house sampai lebaran tahun- tahun berikutnya. 

Emm mungkin lebaran tahun ini terasa garing, tapi jangan sampai pintu maaf kita ikut garing juga ya kawan. Meski tidak di moment lebaran pun kita juga harus saling memaafkan sesama. Karena orang yang pemaaf itu disayang Allah, hehe. Dan mari kita berdoa agar pandemi ini segera enyah dan angkat kaki dari bumi ini. Supaya kita bisa bersua dengan keluarga yang telah menahan rindu selama dua tahun ini. Semoga di moment lebaran tahun depan, kita sudah bisa berkumpul seperti lebaran dua tahun yang lalu. Semoga kita dan keluarga, bapak dan ibu selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang agar bisa menikmati momen indah idul fitri. Terlepas dari banyak tidaknya kalian menerima THR, jangan pernah lupa untuk mengucap syukur kepada yang maha kuasa. Dan tetap waspada dengan kaleng khong guan dimanapun tempatnya. Tetap makan dan nikmati segala bentuk isinya. Tetap tersenyum saat membukanya. Jangan pernah melihat sesuatu dari covernya. Nggak baik untuk kesehatan diri dan batin. Kenali dulu isinya baru nilai covernya. 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan