Oleh : Mohammad Sultan Alfaris

Bulan syawal merupakan salah satu bulan yang paling dinanti-nanti umat Islam di seluruh dunia. Khususnya di Indonesia, masyarakat selalu menyambut bulan syawal ini dengan semeriah mungkin. Karena adat yang berlaku di Indonesia, setiap memasuki bulan syawal, masyarakat memanfaatkan momen ini dengan saling silaturahim ke kerabat dan tetangga. Dan hal ini hanya terjadi di Indonesia, tidak terjadi di negara lain.

Moment idul fitri selalu dimanfaatkan dengan saling bermaaf-maafan, silaturrahim ke rumah kerabat dan tetangga. Karena jika kita ambil pengertian dari Idul Fitri itu sendiri kan kembali suci, jadi manusia itu kembali suci tanpa dosa seperti bayi yang baru lahir sehingga setelah melewati bulan Ramadhan yang mulia, yang diisi dengan berpuasa, tadarus Al-Qur’an dan shalat tarawih, sama halnya menjadi pelebur dosa semua manusia terhadap Allah SWT. Tetapi untuk dosa sesama manusia masih belum bisa terhapuskan kecuali dengan saling silaturahim berjabat tagan dan memaafkan semua kesalahan yang pernah dilakukan.

Selain itu momen Idul Fitri juga diisi dengan mempersiapkan baju baru untuk lebaran, karena selain itu merupakan suatu kesunnahan dengan kita membeli baju baru, kita juga bisa membantu para pedagang pakaian supaya penghasilan dari berdagangnya bisa lebih banyak. Jadi pada bulan ramadhan sudah mendekati idul fitri pasti pusat perbelanjaan pakaian menjadi ramai, karena banyaknya masyarakat yang ingin membeli pakaian baru yang akan digunakan untuk pelaksanaan lebaran.

Tidak hanya penjual pakaian yang mendadak ramai ketika mendekati waktu Idul Fitri, para penjual snack untuk hari raya juga selalu ramai menjelang Idul Fitri. Memang untuk menghormati tamu yang bersilaturahmi ke rumah, maka kita harus menyajikan berbagai makanan yang bisa dinikmati oleh tamu. Salah satu makanan yang hampir selalu ada di setiap rumah adalah roti kaleng, karena selain harganya yang murah rasanya pun juga enak, maka tidak heran jika selalu menjadi langganan bagi masyarakat.

Memang tidak ada kewajiban secara syariat Islam mengenai membeli pakaian baru dan menyediakan berbagai macam makanan untuk tamu yang datang bersilaturahim. Tetapi tidak ada salahnya bagi masyarakat untuk memuliakan tamunya dengan menyajikan berbagai macam snack. Dan jika kita Idul Fitri dengan menggunakan pakaian baru, maka kita niati untuk memuliakan bulan syawal. Karena dengan kita memakai pakaian baru pada idul fitri, maka kita sama dengan menjalankan sunnah Nabi.

Tetapi namanya hukum sunnah tetaplah sunnah, maka bagi masyarakat yang mungkin belum bisa membeli baju baru untuk idul fitri maka masih bisa menggunakan baju lama yang masih kelihatan bagus. 

Selain mempersiapkan baju baru yang digunakan untuk Idul Fitri dan berbagai macam makanan untuk dihidangkan pada tamu yang hadir, persiapan yang dilakukan setiap menjelang Idul Fitri adalah membersihkan rumah tempat tinggal kita. Karena jika rumah kita bersih maka tamu yang hadir pun juga akan merasakan nyaman dan tenang ketika bertamu ke rumah kita. Dan tradisi silaturahmi mulai dari tetangga rumah yang paling dekat hingga yang jauh itu pun juga hanya ada di Indonesia. Maka tidak heran jika banyak masyarakat yang selalu membersihkan rumah nya menjelang perayaan idul fitri.

Jadi setiap kali ada tamu yang ingin bersilaturahmi bisa merasakan kenyamanan dengan keadaan rumah yang sudah dibersihkan. Memang dengan saling bersilaturahmi dengan tetangga dan kerabat membuat hubungan yang semakin harmonis, bisa saling memaafkan baik kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Bahkan dengan bersilaturahmi bisa mengubah suatu kebencian menjadi cinta, mengubah suatu permusuhan menjadi perdamaian dan bisa menambah kerukunan.

Pada perayaan hari raya Idul Fitri salah satu hal yang menjadi daya tarik adalah pesta petasan yang sudah menjadi tradisi setiap perayaan Idul Fitri. Dan sering kali masyarakat menamainya dengan “Mercon Patlikuran” karena memang suaranya yang keras sehingga dinamai dengan patlikuran. Petasan tersebut dirakit sendiri oleh kaum muda di desa-desa yang memang mempunyai hobi membuat petasan. 

Yang menjadi bahan utamanya adalah kertas dan obat yang digunakan untuk membuat mercon. Awalnya kertas yang telah disiapkan tersebut dilinting dan dibuat hingga berbentuk seperti tabung dan diberi obat petasan tersebut. Biasanya waktu untuk menyalakan petasannya itu setelah sholat Idul Fitri. Tetapi ada suatu hal yang kurang mengenakan yaitu kertas bekas dari menyalakan kembang api tersebut menjadi sampah yang membuat jalanan menjadi kotor dan tidak adanya rasa tanggung jawab dari para pemuda yang membuat petasan tersebut untuk membersihkan sampah kertas dari bekas petasan tersebut.

Sayangnya saya sendiri bukanlah termasuk dari golongan para pemuda yang suka membuat petasan tersebut. Entah kenapa saya sama sekali tidak mempunyai ketertarikan untuk bisa merakit petasan tersebut. Ya mungkin salah satu hal yang menjadi penyebab adalah saya sendiri memiliki sifat gampang terkejut ketika mendengar suara yang keras, jadi dari pada nanti yang menyalakan petasan terkejut sendiri mending tidak usah ikut membuat dan menyalakan petasan. Hehe

Selain pesta petasan hal yang menjadi pusat perhatian pada saat lebaran Idul Fitri adalah banyaknya anak kecil yang selalu bersemangat dalam bersilaturahmi dari rumah ke rumah. Karena mereka semua pasti mendapat uang THR dari pemilik rumah. Memang hari raya Idul Fitri merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh anak kecil supaya bisa mendapatkan THR. 

Jadi sudah menjadi tradisi setiap Idul Fitri pasti banyak anak kecil yang membeli barang baru setelah melakukan silaturahim. Ada yang membeli HP baru sampai ada yang bisa membeli sepeda baru dari hasil THR yang didapatkan. Dengan berbagi sedikit kebahagiaan dengan anak-anak, bisa membuat hati mereka senang itu merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Walaupun THR yang diberikan tidak banyak, tetapi mereka selalu terlihat senang. Hal seperti itu merupakan suatu kebahagiaan sederhana yang bisa dirasakan baik oleh anak-anak tersebut.

Hal seperti ini memanglah harus selalu ditanamkan pada anak-anak sejak dini, tetapi yang perlu ditekankan bukanlah kebiasaan untuk mencari THR setiap hari raya Idul Fitri, melainkan kebiasaan untuk bersilaturahmi ke rumah tetangga dan kerabat harus ditanamkan sejak usia dini, supaya ketika esok sudah besar, sudah terbiasa untuk melakukan silaturahim. Tidak hanya pada saat hari raya Idul Fitri, tetapi kapanpun ada waktu luang untuk bersilaturahmi, bisa digunakan untuk bersilaturahmi ke rumah tetangga dan kerabat.

Memang jika suatu perkara baik itu tidak dibiasakan, pasti akan berat untuk melakukannya. Sama halnya dengan kebiasaan untuk bersilaturahmi ke rumah tetangga dan kerabat, jika tidak dipraktekan sejak usia dini pasti akan berat untuk melakukannya. Bahkan ada juga sebagian masyarakat yang ketika menyambut hari raya Idul Fitri malah diisi dengan kegiatan ke sawah, ya memang karena kurangnya pendidikan pada usia dini untuk bersilaturahmi saat Idul Fitri. Sebenarnya sah-sah saja jika kita mengisi hari raya Idul Fitri dengan pergi ke sawah tetapi alangkah lebih baiknya jika kita mengisi waktu hari raya dengan bersilaturahmi ke rumah tetangga dan kerabat dan saling memaafkan.

Apalagi jika merayakan Idul Fitri di daerah pedesaan yang mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani, kebanyakan dari mereka itu menyibukkan dirinya untuk pergi ke sawah dari pada bersilaturahim selama Idul Fitri. Sehingga banyak sekali kerabat yang ingin bersilaturahmi tetapi tidak bisa bertemu dengan tuan rumahnya karena masih pergi ke sawah. Akhirnya para tamu yang tidak bisa bertemu dengan tuan rumahnya terpaksa pergi ke rumah kerabat lain yang open house.

Berbeda dengan suasana hari raya Idul Fitri di kota-kota yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai pegawai kantor, karena saat awal hari raya kebanyakan kantor-kantor masih cuti bersama. Karena dari pihak kantor sendiri juga memberikan waktu luang bagi para pegawainya untuk memanfaatkan libur hari raya Idul Fitri dengan bersilaturahmi ke rumah kerabat dan tetangga. Biasanya kantor atau perusahaan memberikan waktu cuti bagi karyawan selama satu minggu, hingga memasuki waktu lebaran ketupat, atau orang Jawa sendiri biasa menyebut dengan “Riyoyo Kupat”.

Jika tradisi yang ada di daerah Jawa Timur itu kebanyakan masyarakatnya merayakan hari raya Idul Fitri sampai satu minggu, dan ditandai dengan pelaksanaan “Kupatan” sebagai tanda berakhirnya lebaran. Biasanya jika sebelum lebaran ketupat itu masih banyak terdapat orang yang bersilaturahmi ke rumah kerabat dan tetangga. Tetapi setelah lebaran ketupat berakhir sudah mulai sepi dari tamu yang bersilaturahmi. Walaupun masih ada beberapa yang bertamu, tetapi tidak sebanyak dengan waktu sebelum lebaran ketupat.

Bagi masyarakat yang mungkin tidak mempunyai waktu untuk membuat ketupat, bisa membeli langsung di pasar ataupun warung dekat rumah yang menyediakan dagangan ketupat. Jadi ketika mendekati waktu lebaran ketupat pasti banyak pedagang yang menjual dagangan janur kuning sebagai wadah yang digunakan untuk membuat ketupat. Adakalanya pedagang yang hanya menjual janur kuning, ada juga yang menjual ketupat matang. 

Jadi itu semua menyesuaikan dengan permintaan konsumen, apakah ingin membeli janur kuning saja kemudian dibentuk ketupat sendiri di rumah, apa ingin membeli langsung ketupat yang sudah matang. Bahkan ada juga pedagang yang menjual paket komplit, mulai dari menjual janur kuning, kemudian menjual ketupat matang, dan menjual sayur untuk ketupatnya. Dan kebanyakan masyarakat yang sibuk dengan berbagai urusan sehingga tidak ada waktu untuk memasak ketupat, lebih memilih untuk membeli paket komplit ketupat dan sudah siap untuk dimakan.

Dan jika kita ambil pengertisn dari janur itu sendiri adalah simbol perayaan hari Islam di Jawa sejak awal pemerintahan Demak pada awal abad ke-15. Kupat diartikan ngaku lepat (mengaku bersalah), Janur diartikan jatining nur (hati nurani), bentuk kupat diartikan kiblat papat (mata angin), beras menggairahkan nafsu duniawi, anyaman janur diartikan sebagai kompleksitas masyarakat Jawa yang harus dilekatkan dengan tali silaturahim.

Sebenarnya tidak ada suatu kewajiban untuk menyelesaikan silaturahmi ke kerabat dan tetangga sebelum lebaran ketupat. Hanya saja orang Jawa selalu menyebut lebaran ketupat sebagai tanda telah berakhirnya waktu lebaran. Padahal yang namanya silaturahmi itu bisa dilakukan kapanpun selama memiliki waktu luang. Apalagi di era zaman serba modern seperti sekarang ini, silaturahim bisa dilakukan melalui media sosial seperti whatsapp ataupun aplikasi lainnya yang bisa digunakan untuk berkomunikasi.

Memang sedikit ada perbedaan perayaan hari raya Idul Fitri pada masa pandemi covid-19 seperti pada saat ini. Perbedaan yang paling terasa adalah suasana perayaan Idul Fitri pada masa pandemi ini sangatlah berbeda dengan tahun-tahun sebelum adanya pandemi covid-19. Jika perayaan Idul Fitri sebelum pandemi covid-19 selalu ramai dan meriah, namun tidak dengan perayaan Idul Fitri pada masa pandemi ini. Mulai dari adanya penurunan minat masyarakat dalam berbelanja makanan selama masa lebaran, hingga berkurangnya jumlah tamu yang bersilaturahim ke kerabat dan tetangga, karena memang adanya himbauan dari Pemerintah supaya merayakan hari raya Idul Fitri cukup di rumah saja.

Jadi berkurangnya minat masyarakat dalam membeli pakaian baru untuk hari raya cukup dirasakan oleh pedagang pakaian. Mengingat hal ini berdampak pada perekonomian pedagang pakaian tersebut. Mungkin yang menjadi salah satu alasan masyarakat tidak membeli pakaian baru untuk menyambut Idul Fitri adalah karena himbauan dari Pemerintah untuk merayakan Idul Fitri di rumah masing-masing bersama keluarga tercinta. 

Memang jika kita pikirkan, kebijakan yang diambil pemerintah untuk menghimbau masyarakat supaya merayakan Idul Fitri di rumah bersama keluarga adalah untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19. Karena menurut para ahli, dalam hal ini adalah para dokter menyatakan bahwa penyebaran virus covid-19 ini bisa melalui kontak fisik secara langsung seperti berjabat tangan. Maka dari itu supaya penyebaran covid tidak semakin meluas, ada himbauan untuk merayakan Idul Fitri di rumah masing-masing. 

Akibat dari penurunan minat masyarakat dalam membeli pakaian baru untuk Idul Fitri tidak hanya dirasakan oleh pedagang pakaian, karena para pedagang makanan juga merasakan dampak penurunan penghasilan mereka karena berkurangnya minat masyarakat untuk berbelanja makanan lebaran seperti anak yang akan dihidangkan untuk tamu yang bersilaturahmi ke rumah. Tetapi para pedagang tidak kekurangan ide untuk membuat dagangannya tetap banyak yang terjual.

Banyak sekali para pedagang yang memasarkan barang dagangannya melalui media sosial. Dan cara ini juga dinilai cukup efektif dalam membantu pemasaran produk yang mereka jual. Karena adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah mengenai larangan untuk berkerumun untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19. Dan jika produk yang dijual dilakukan pemasaran melalui media sosial, maka tidak akan sampai menimbulkan kerumunan. Konsumen hanya tinggal menunggu barang yang dibeli untuk dikirim ke alamat tujuan.

Selain dampak yang dirasakan oleh para pedagang pakaian dan makanan dikarenakan pemasukan yang menurun, akibat adanya pandemi covid-19 ini juga berakibat diadakannya shalat Idul Fitri berjamaah di setiap masjid maupun lapangan. Dikarenakan terlalu banyak jamaah yang ikut sholat idul fitri, sehingga sebagai upaya pencegahan sholat idul fitri di masa pandemi covid-19 ini dilaksanakan di rumah masing-masing. Tentunya semua hal yang sudah diupayakan oleh masyarakat ini memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19.

Ada juga upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran virus covid-19, yaitu dengan menghimbau supaya masyarakat tidak bersilaturahmi ke rumah tetangga dan kerabat untuk menghindari kerumunan. Tentu kebijakan seperti ini mendapatkan berbagai macam respon dari masyarakat.

Ada yang mematuhi kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi ada juga yang tidak peduli dengan kebijakan pemerintah tersebut. Bagi masyarakat yang benar-benar mematuhi kebijakan pemerintah, selalu melakukan apa yang telah menjadi peraturan yang ditetapkan, tetapi bagi masyarakat yang tidak peduli dengan kebijakan tersebut, tetap melakukan kegiatan bersilaturahmi ke rumah tetangga dan kerabat yang membuka pintunya. Dan semua hal ini kembali ke keyakinan masing-masing, jadi tidak perlu dibuat pusing.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan