Oleh: Olando Putra Chanisma

Islam dengan kebudayaannya telah berjalan selama 15 abad. Mereka berpikir secara sistematis dan analitis serta kritis. Sehingga lahirlah para filsuf yang mempunyai kemampuan tinggi karena kebijaksanaannya. Dan juga terdapat dua macam kekuatan, yang pertama, para ahli berpikir bahwa Islam berusaha menyusun sistem yang disesuaikan dengan ajaran Islam. Lalu yang kedua, para ulama menggunakan metode rasional dalam menyelesaikan soal ketauhidan. Golongan Salaf berpendapat bahwa adanya pemikiran filsafat dianggapnya sebagai bid’ah dan menyesatkan.

Adapun beberapa yang mendorong aliran pemikiran filsafat yang timbul. Yaitu persoalan tentang zat Tuhan yang tidak dapat diraba, dirasa, dan dipikirkan. Lalu selanjutnya timbulah perbedaan cara berpikir, perbedaan orientasi dan tujuan hidup, dan perasaan asabiyah yang maknanya keyakinan yang buta dasar suatu pendirian walaupun tidak benar lagi.

Dalam lahirnya filsafat Islam, setelah Kaisar Yustianus menutup akademi, guru besar hijrah ke Kerispon pada tahun 527 lalu disambut oleh Kaisar Khusraw pada tahun 529. Dalam waktu 20 tahun lahirlah lembaga yang mengajarkan filsafat. Setelah mendapat kemampuan, mereka mengalami akulturasi penguasan ilmu. Proses akulturasi ada dua jalur, yaitu Via Diffusa (kontak sehari-hari) dan Via Budritorum (mencari karya Yunani).

Adapun pembagian aliran pemikiran filsafat Islam. Yang pertama adalah Periode Mu’tazilah di abad 8 sampai 12, yaitu sebuah teologi rasional yang berkembang di bagdad dan Basrah. Golongan ini memisahkan diri dari ulama karena menyeleweng. Lalu yang kedua Periode filsafat utama di abad 8 sampai 11, yaitu sistem pemikiran yang bersandar pada pemikiran Hellenisme. Selanjutnya yang ketiga Periode Kalam Asy’ari di abad 9 sampai 11, yaitu pemikiran ini mengacu sistem Elia atau Atomistis. Dan yang terakhir atau yang keempat Periode filsafat kedua di abad 11 sampai 12, yaitu aliran ini mengacu pada sistem peripatetis.

Dalam periode Mutakalimin pada abad 700 sampai 900, muncul beberapa muadzab – muadzab. Yang pertama adalah Al – Khawarij, yaitu soal politik lalu menjadi dogmatik – teologis. Lalu yang kedua Murji’ah, yaitu pangkal sebab politik dan mengesampingkan ajaran Islam. Selanjutnya yang ketiga Qoderriyah, yaitu dianggap sebagai sarana menentang politik. Untuk muadzab yang kelima Jabarriyah, yaitu dipelopori oleh Al -Jahm bin Safwan dan berkata bahwa hanya Allah lah yang menentukan dan memutuskan perbuatan manusia. Dan yang terakhir Mu’tazilah, yaitu agama yang berakar Al – Qur’an dan akal. Berbicara tentang akal ada pula di dalam filsafat terdapat keseimbangan indra, akal, dan hati. Kemantapan hidup hanya ditentukan oleh dua hal kaidah, sains, dan filsafat di satu pihak dan akhidah agama di pihak lain. Keduanya tidak diragukan pada masa sofisme itu. Tentu saja kehidupan menjadi kacau karena sistem nilai telah kacau.

Selain filsafat Islam juga terdapat filsafat umum. Filsafat umum dibedakan menjadi tiga macam, yaitu filsafat Yunani Kuno (Rasionalisme), filsafat abad tengah (agama kristen), dan filsafat modern (Kasionalisme). Sementara itu, muncul filsafat baru yaitu filsafat kontemporer atau pasca modern. Ciri-cirinya terletak setelah masa filsafat modern dan filsafat pascamodern terharad filsafat modern adalah dekonstruksi filsafat modern atau rasionalisme untuk membangun seluruh isi kebudayaan budaya barat oleh tokoh filsafat pasca modern.

Tokoh-tokohnya menyatakan ketidakpuasan terhadap dominasi atau pendewasaan rasio di abad 1880-an. Tokoh dekonstruksi atau pasca modern adalah Nietzche. Rasionalisme di dekonstruksi karena merupakan filsafat yang keliru dan begitupun cara menggunakannya, dan inilah penyebab budaya barat hancur. Akibatnya kecenderungan menyisihkan nilai dan norma berdasarkan agama dalam kenyataan kehidupan positivistik atau yang maknanya menentang hubungan antara substansi jasmani dan rohani menolak adanya akhirat.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan