Oleh: Annisa Dewi Suprayogi

Lebaran tahun ini merupakan tahun kedua kalinya bagi masyarakat Indonesia menjalani ibadah bulan Ramadhan serta merayakan hari raya lebaran ditengah adanya wabah virus covid-19. Namun walaupun masih tetap dalam masa pandemi, masyarakat tak kalah antusias dan bersemangat untuk menyambut datangnya hari kemenangan di hari raya Idul Fitri 1442 H, atau yang akrab kita sebut sebagai hari raya lebaran. Meskipun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih tetap berjalan dibeberapa daerah, namun ada beberapa peraturan yang sudah dilonggarkan. Dilansir dari kontan.co.id pada tanggal 25 Januari 2021, menyatakan bahwa ada dua aturan yang dilonggarkan oleh pemerintah, yaitu kegiatan restoran seperti, warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima atau lapak jajanan sudah diperbolehkan buka hingga jam 20.00 WIB. Aturan lainnya yaitu pelonggaran kegiatan pusat perbelanjaan atau mall, aturan yang ditetapkan juga sama yaitu diperbolehkan buka hingga pukul 20.00 WIB.

Namun walaupun sudah dilonggarkan pemerintah masih tetap melarang masyarakat Indonesia untuk tidak mudik terlebih dahulu pada tahun ini. Hal tersebut dilakukan dengan alasan agar dapat meminimalisir penyebaran virus covid-19 yang masih tetap ada di Negara Indonesia. Dilansir dari kompas.com pada tanggal 4 Mei 2021 menyatakan bahwa ada lima alasan pemerintah mengenai larangan mudik. Alasan tersebut antara lain, meningkatnya mobilitas penduduk, mudik saat pandemi covid-19 dapat beresiko besar, mudik dapat meningkatkan resiko kasus kematian, perjalanan atau mobilitas saat mudik berpotensi menjadi sarana penularan infeksi virus covid-19, dan penularan virus tidak mengenal batas teritorial.

Maka tak sedikit dari masyarakat kecewa akan hal tersebut. Pasalnya mudik merupakan sebuah tradisi yang rutin dilakukan masyarakat Indonesia ketika menjelang hari raya lebaran tiba. Mudik atau pulang kampung sendiri biasanya dilakukan oleh masyarakat setahun sekali untuk bertemu sanak saudara di kampung halaman, dan bersilaturahmi dengan saudara yang ada di kampung. Sehingga tak heran bahwa sebagian dari masyarakat yang berani melanggar peraturan dari pemerintah tersebut untuk tetap melakukan mudik lebaran. Mereka nekat berangkat pada tengah malam, atau bahkan di pagi buta setelah sahur untuk menghindari penyekatan yang dilakukan oleh petugas yang berwenang di setiap perbatasan daerah kota atau kabupaten. Selain itu banyak juga masyarakat yang memilih jalan tikus atau bahkan menempuh jalur yang lebih jauh agar bisa lolos dari pengawasan petugas. Hal tersebut dilakukan demi pulang kampung dan bertemu saudara. 

Selain mudik ada sebuah tradisi yang selalu dilakukan masyarakat Indonesia yaitu membeli baju baru untuk lebaran. Kebiasaan ini sangat melekat pada masyarakat Indonesia, hal tersebut menyebabkan beberapa pasar yang menjual aneka baju dan fashion mengalami peningkatan pengunjung. Terutama pada hari-hari terakhir puasa mendekati hari raya. Contoh saja dilansir dari metro.sindonews.com pada minggu 9 Mei 2021 pasar Tanah Abang mengalami lonjakan pembeli. Walaupun pengunjung tetap menggunakan masker akan tetapi mereka melupakan protokol kesehatan lain yaitu harus menjaga jarak dan dilarang untuk berkerumun karena dapat menjadi sarana penularan virus covid-19. 

Padahal di era sekarang yang sudah serba digital, masyarakat juga harus bisa memanfaatkan teknologi yang ada. Misalnya bisa berbelanja baju lebaran melalui e-commerce atau biasa disebut dengan belanja online. Namun pada dasarnya masyarakat tidak harus membeli baju baru untuk dikenakan pada hari raya idul fitri. Karena jika ada baju yang masih bagus dan layak pakai kenapa harus membeli yang baru. Karena inti dari hari raya idul fitri sendiri yaitu kembali kepada fitrah atau kembali kepada hati yang bersih dan suci.

Berburu jajanan hari raya, pada hari hari menjelang puasa berakhir, penjual roti dan kue kering bahkan penjual parcel lebaran dibanjiri pesanan. Hal tersebut juga menjadi sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia ketika menjelang lebaran tiba. Kue yang sering dibeli dan identik dengan hari raya lebaran antara lain yaitu nastar, kastengel, putri salju, dan lain sebagainya. Kue-kue tersebut biasa nya di beli sepaket dan dihias membentuk parcel lebaran. Dan biasanya dibagikan kepada saudara dan orang-orang terdekat. 

Alih – alih menyebutnya dengan parcel lebaran, akhir – akhir ini masyarakat lebih mengenal dengan kata hampers lebaran. Hampers lebaran sendiri biasanya berupa beberapa barang yang dibungkus dan dihias semenarik mungkin agar terlihat cantik dan mewah. Dahulu yang identik dengan parcel lebaran biasanya berisi sirup, gula, kue kering atau bahan makanan pokok lainnya. Namun sekarang hampers lebaran tidak harus berisi makanan ataupun bahan pokok, bisa saja hampers tersebut berisikan sebuah alat make up, skincare, atau bahkan satu set baju dan hijab, selain itu bisa juga disesuaikan dengan kebutuhan dari sang penerima hampers. Di masa sekarang ini pilihan hampers lebih diminati karena, hampers tentunya lebih menarik dan beraneka ragam isinya, sehingga dapat menyenangkan hati dari penerima.  

Selain penjual baju dan penjual kue ada juga jasa penukaran uang baru yang ramai ketika menjelang hari raya lebaran tiba. Biasanya orang-orang menukarkan uang dengan pecahan yang lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan para anak kecil lebih suka dengan uang baru ketika diberikan tunjangan hari raya atau thr oleh orang tuanya ketika hari raya telah tiba. 

Tradisi lain yang dilakukan ketika menjelang hari raya lebaran yaitu Takbiran. Lantunan takbir mulai dilakukan pada malam satu syawal hingga keesokan paginya dan dilanjutkan dengan sholat Idul Fitri. Namun pelaksanaan takbiran biasanya berbeda disetiap daerahnya, ada yang melakukan pukul bedug (klotekan), ada juga di beberapa daerah yang melakukan sebuah arak-arakan sambil membawa obor keliling kampung, bahkan ada juga yang melakukan konvoi menggunakan sepeda motor sambil melantunkan takbir.

Misalnya saja di daerah Pontianak, masyarakat lokal akan menyalakan atau menyulut meriam yang akan terdengar di seluruh daerah, penyulutan meriam ini bermakna agar tidak ada roh jahat yang mengganggu masyarakat ketika hari raya Idul Fitri tiba. Di daerah Jogja tradisi malam takbiran biasanya disebut dengan Grebeg Syawal. Tradisi ini dilakukan oleh keratin dengan menyusun hasil pertanian menjadi sebuah bentuk gunungan yang akan diarak keliling keraton dan Masjid Agung. Namun pada tahun ini euphoria dan suasana takbiran tidak begitu terasa lagi-lagi dikarenakan adanya pandemi covid-19 yang masih ada di Indonesia. Pemerintah masih melarang masyarakat untuk tidak berkerumun dan tetap mengurangi mobilitas. Dilansir dari kompas.com pada 10 Mei 2021 pemerintah menyebutkan bahwa ketentuan takbiran dilakukan secara terbatas maksimal 10 persen dari kapasitas masjid dan mushola, dan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada. Selain itu pemerintah juga melarang adanya takbir keliling agar dapat menghindari adanya kerumunan yang dapat memicu sarana penularan virus covid-19. 

Meskipun suasana takbiran tidak begitu terasa bagi sebagian orang, namun tahun ini menjadi tahun yang spesial, karena pada tahun ini masyarakat umat muslim di Indonesia sudah diperbolehkan melakukan sholat Id berjamaah di masjid, hal ini tentunya berbeda dengan tahun sebelumya, dimana masyarakat umat muslim di Indonesia dihimbau oleh pemerintah untuk tidak melaksanakan sholat Ied berjamaah di masjid, dikarenakan pada waktu itu angka penyebaran virus covid-19 semakin meningkat sehingga fasilitas dan tempat umum bahkan tempat ibadah juga diharuskan tutup guna mengurangi angka penyebaran virus covid-19. Walaupun sudah diperbolehkan sholat Id berjamaah di masjid, masyarakat juga menerapkan himbauan dari pemerintah untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat. Yaitu menggunakan hand sanitizer sebelum masuk ke masjid, dihimbau untuk berwudhu terlebih dahulu dirumah, mengecek suhu tubuh sebelum masuk, mengenakan masker, dan menjaga jarak di setiap shaf sholat. Selain itu para jamaah diimbau untuk tidak berjabat tangan selesai shalat dilaksanakan. 

Setelah pelaksanaan sholat Id selesai, biasanya dilanjutkan dengan tradisi sungkem, namun sebelum itu ada di beberapa daerah melakukan tradisi ziarah kubur atau nyekar setelah sholat Ied di bulan syawal. Misalnya pada daerah saya yaitu Desa Sugihwaras, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Masih memegang erat tradisi nyekar tersebut. Tujuannya tetap mendoakan para ahli kubur yang sudah mendahului kita. 

Setelah melakukan ziarah kubur atau nyekar biasanya langsung pulang kerumah masing-masing dan melakukan tradisi sungkeman, dimana dalam tradisi sungkeman ini para anak cucu meminta maaf secara lahir batin kepada mereka yang lebih tua yaitu kakek nenek dan orang tua. Sungkeman biasanya diliputi oleh suasana haru dan sedih karena tak sedikit juga yang meminta maaf dengan sangat sungguh sungguh, hingga meneteskan air mata. Karena sebelumnya pemerintah mengumumkan bahwa ada larangan mudik, kini sungkeman pun bisa dilakukan secara virtual. Bagi masyarakat yang patuh akan aturan dan tidak melakukan mudik lebaran, terpaksa harus melakukan sungkeman melalui virtual, mereka bisa berbicara dengan cara telepon, atau video call. Di era yang sudah serba teknologi ini tak sulit melakukan hal tersebut, karena didukung juga dengan aplikasi aplikasi yang menyediakan fitur yang dapat berjumpa secara virtual, seperti whatsApp, zoom, google meet, skype,dan lain sebagainya.

Selanjutnya setelah sungkeman di lanjutkan dengan sesi foto bersama dengan keluarga besar, banyak sebagian masyarakat selalu mengunggah foto kegiatan hari raya lebaran mereka masing-masing di media sosial pribadinya. Hal tersebut dilakukan salah satunya dengan tujuan memories atau sebagai kenang-kenangan agar bisa dilihat pada tahun-tahun berikutnya. Hingga pada hari raya lebaran kemarin di salah satu aplikasi yaitu Twitter sempat trending nomor satu dengan hastag #HappyEidMubarak yang artinya selamat hari raya Idul Fitri. Dalam hastag tersebut warga twitter kebanyakan saling meminta maaf dan membagikan keseruan perayaan Idul Fitri di keluarganya masing-masing dengan mengunggah foto keluarga mereka.

Lalu usai kegiatan bermaaf – maafan, masyarakat akan menggelar tradisi makan bersama, makanan yang identik dengan hari raya lebaran akan dihidangkan pada saat hari raya pertama hingga hari raya kedua, dilansir dari website zonamakanan.com pada 7 Januari 2021, makanan yang identik atau makanan khas lebaran antara lain yaitu, ketupat, opor ayam, rendang, sambal goreng kentang ati, semur, kue nastar, kurma, gulai sayur, lodeh, sayur labu siam, kastengel, kue putri salju, kacang goreng, astor, wafer, dan lain sebagainya. 

Yang namanya lebaran tak jauh – jauh dari yang namanya ketupat. Jika lebaran belum makan ketupat belum afdol rasanya. Ketupat sendiri merupakan makanan yang berbahan dasar beras lalu dibungkus dengan anyaman daun kelapa atau masyarakat jawa menyebutnya godong janur, setelah diisi dengan beras, lalu direbus hingga matang, dan jadilah ketupat lebaran. Selain ketupat ada juga makanan yang biasanya dimasak bersamaan dengan hadirnya lebaran ketupat ini yaitu “lepet”, lepet adalah makanan yang berbahan dasar ketan dan parutan kelapa. Namun tradisi kupatan ini berbeda disetiap daerahnya. Misalnya saja pada daerah Jawa Timur an, ketupat ini baru akan ada sekitar satu minggu setelah hari raya pertama atau 1 syawal. Masyarakat Jawa Timur sering menyebut dengan istilah “Riyoyo Ketupat” istilah tersebut berarti “Hari Raya Ketupat”. Lebaran ketupat memiliki filosofi, ketupat lebaran memiliki makna, dalam bahasa Jawa, ketupat berarti ‘ngaku lepat’ atau mengaku bersalah. Ketupat menjadi simbol “maaf” bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya, mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya. Apabila ketupat tersebut dimakan, secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah serta khilaf antar keduanya terhapus. 

Ketupat biasanya dihidangkan dengan sayur atau opor ayam. Selain disantap bersama keluarga ketupat biasanya juga akan dibagikan kepada tetangga dekat, kerabat – kerabat dekat, dan juga kepada mereka yang lebih tua. Hal tersebut dimaksudkan sebagai sebuah simbol kebersamaan dan kasih sayang terhadap sesama manusia. Lain halnya dengan daerah Jawa Timur, di daerah Jawa Barat, Karawang makanan ketupat malah lebih mudah di jumpai ketika lebaran hari pertama. Sehingga di hari raya masyarakat Karawang sudah bisa menyantap makanan dengan ketupat dan aneka sayur dan lauk pauk lainnya.

Lalu setelah acara makan bersama selesai, berikutnya adalah acara yang dinantikan oleh anak – anak kecil yaitu tradisi unjung – unjung. Tradisi ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak – anak yang bertamu atau berkunjung di rumah – rumah tetangga, teman, dan saudara sekitar rumahnya. Tujuannya tak talin dan tak bukan adalah untuk saling bermaaf – maafan dengan orang – orang yang dikunjungi. Dalam tradisi ini biasanya anak anak kecil akan senang karena mereka akan disuguhi oleh beraneka macam kue yang biasanya disukai atau digemari oleh anak kecil. Mereka akan lebih ceria lagi jika sang tuan rumah adalah orang yang dermawan. Para orang tua tak keberatan saat menyiapkan uang receh untuk diberikan kepada anak – anak kecil. Karena dengan membagikan sebagian rezeki yang mereka dapat dapat terhitung pula sebagai kegiatan bersedekah. Dan juga suatu kebahagiaan tersendiri jika melihat hati anak – anak senang dan gembira. 

Biasanya anak anak kecil akan diberikan sangu atau bisa juga disebut dengan uang thr dan angpao. Nominalnya tak besar, mungkin kisaran dua ribu, lima ribu, atau sepuluh ribu rupiah. Namun yang membuat mereka senang bukanlah jumlah yang didapatkannya, melainkan sangu yang diberikan biasanya berupa uang kertas yang masih baru dan kaku. Maka tak heran jasa penukaran uang baru akan ramai dan bisa meraup untung yang lebih ketika mendekati hari raya lebaran tiba. 

Karena Indonesia merupakan Negara yang beraneka ragam maka tak heran jika ternyata banyak sekali tradisi – tradisi yang ada di masyarakat Indonesia ketika menjelang lebaran dan sesudah lebaran. Tentunya setiap daerah memiliki tradisi dan cara merayakan lebaran dengan budaya dan kearifan lokalnya masing – masing. Selain itu setiap tradisi lebaran juga pasti ada sebuah tujuan, makna, atau filosofinya masing –masing. 

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan