Oleh : Alfina Yulianti
Hari Raya Idul Fitri adalah moment yang paling ditunggu-tunggu oleh semua umat Islam. Bagaimana tidak? setelah satu bulan penuh berpuasa, lebaran adalah puncaknya. Umat Islam pasti sangat-sangat menunggu hari kemenangan ini. Ada banyak kegiatan yang dilakukan ketika lebaran, mulai dari silaturahim kepada sanak saudara, tetangga, berziarah ke makam, sungkem atau meminta maaf kepada orang tua, dan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat lainnya. Namun lebaran kali ini masih sama seperti lebaran tahun lalu, tidak bisa leluasa untuk bersilaturahim, tidak boleh berkerumun untuk mencegah penularan virus corona, dan pastinya sangat berbeda dengan lebaran-lebaran yang pernah dialami sebelum-sebelumnya.
Bahkan banyak juga yang tidak bisa menikmati lebaran bersama keluarga dengan lengkap karena tidak bisa pulang kampung (adanya larangan mudik), selain itu juga ada yang waktu menjelang hari raya justru harus kehilangan keluarganya, kita tidak bisa memprediksi untuk selalu bahagia maupun sedih, tetapi kita bisa membuat lebaran kita tetap bermakna meski di tengah pandemi yang semakin hari semakin menjadi-jadi.
Hari Raya Idul Fitri 1442H atau 1 Syawal jatuh pada hari Kamis, tanggal 13 Mei 2021 harus tetap disambut dengan perasaan senang dan terharu bahagia, tidak peduli meski di tengah tengah pandemi, kita harus tetap bersyukur karena Allah SWT masih mengizinkan kita untuk menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan sampai bertemu hari kemenangan yang fitri ini. Hari raya idul fitri 1442H bersamaan dengan kenaikan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Hari besar yang terjadi antara dua agama ini (Islam dan Kristen) tidak menimbulkan pertengkaran, hal ini menunjukkan betapa besar toleransi yang ada di Negara Indonesia.
Berbicara soal hari raya atau lebaran, pasti kita tahu ada banyak sekali kegiatan yang dilakukan hanya ketika lebaran berlangsung, sehingga hal itu menjadi moment yang sangat special bagi umat Islam, berikut kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama lebaran:
- Serba Baru
Meskipun ada beberapa perbedaan dalam lebaran kali ini, baju dan tampilan rumah harus tetap baru. Terutama bagi anak-anak, baju baru adalah sebuah kewajiban, sekaligus sebagai motivasi supaya mereka semakin bersemangat menjalankan ibadah puasa di tahun-tahun berikutnya, bagi sebagian orang, baju baru ditujukan sebagai simbol bahwa lebaran adalah hari yang fitri, dimana kita terlahir seperti baru lagi. Sedangkan bagi seorang ibu-ibu maupun orang dewasa sudah pasti yang harus baru adalah tampilan rumahnya. Ada yang warna rumah baru, perabotan baru, yang pastinya menambah kenyamanan untuk diri sendiri maupun untuk tamu yang akan bersilaturahim ke rumah. Beberapa hari sebelum lebaran kebanyakan ibu-ibu sibuk sendiri untuk membersihkan rumah, mengecat rumah, dan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan ketika lebaran tiba, tentunya sangat antusias dan bersemangat.
- Melakukan Takbiran
Allaahu Akbar… Allaahu Akbar… Allahu Akbar.. Laa ilaaha ilaallahu Allahu Akbar, Allaahhu Akbar walillaahil Hamd
Suara takbir mulai berkumandang sejak magrib malam 1 Syawal di setiap musholla maupun masjid. Sangat merdu, tenang, dan mendengarnya pun terasa begitu nyaman. “Alhamdulillah ya Allah, terima kasih atas segala nikmat, dan karunia-Mu sehingga masih bisa hidup hingga detik ini, menikmati suara takbir, dan melantunkan takbir dengan tenang, nyaman, dan aman”.
Selesai sholat magrib, tidak lupa mendoakan keluarga yang sudah meninggal, seketika bercucuran air mata mengingat masa-masa dimana masih bisa melantunkan takbir bersama sama. Sembari melakukan aktivitas dan mengikuti bacaan takbir yang dilantunkan oleh orang orang di musholla maupun masjid. Alhamdulillah, bukan hanya orang tua saja yang mau melantunkan bacaan takbir di musholla atau masjid, banyak anak kecil dan para remaja yang aktif dan masih peduli dengan hari kemenangan ini. Senang rasanya bisa merasakan betapa semangatnya mereka dalam melantunkan takbir, terdengar seperti bersahut-sahutan tidak mau kalah dengan suara yang berada di musholla sebelah.
Takbir dikumandangkan hingga pagi hari sebelum sholat idul fitri. Dahulu sebelum virus corona datang ke muka bumi ini, ada yang namanya takbir keliling, dimana masyarakat berkeliling dengan menggunakan kendaraan berupa tosa, truk, mobil, maupun sekedar jalan kaki berkeliling Desa membawa obor untuk mengumandangkan takbir. Namun sekarang suasananya sudah berbeda, karena pemerintah menghimbau untuk tidak melakukan takbir keliling. Tidak hanya mengumandangkan takbir, orang-orang juga menabuh bedug untuk mengiringi alunan takbir, sehingga membuat suasana malam lebaran semakin meriah.
- Melaksanakan Shalat Idul Fitri
Hari Raya Idul Fitri 1442H yang jatuh pada tanggal 13 Mei 2021 sangat penting untuk disambut dengan perasaan senang sekaligus bahagia oleh umat Islam, hal ini bisa dilakukan dengan menunaikan shalat idul fitri atau yang biasa orang-orang sebut sebagai “shalat id”. Sholat idul fitri adalah shalat sunnah dua rakaat yang dianjurkan untuk dikerjakan umat Islam saat idul fitri. Shalat idul fitri biasanya dilakukan di masjid maupun lapangan. Adanya pandemi covid-19 mengharuskan masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, tidak berjabat tangan, dan senantiasa menjaga jarak ketika shalat. Perbedaan kali ini sangat terasa, bagaimana tidak, biasanya selesai sholat idul fitri kita semua membaca pujian sambil berjabat tangan dengan jama’ah lainnya, namun sejak adanya pandemi, setelah berdoa langsung pulang masing-masing dan tidak ada jabat tangan seperti biasanya.
- Sungkem atau Meminta Maaf kepada Orang Tua
Selesai sholat idul fitri pasti yang pertama dilakukan ketika sudah sampai di rumah adalah sungkem atau meminta maaf kepada orang tua yang masih hidup, meminta maaf tulus dari hati atas kesalahan yang selama ini diperbuat. Kalau orang Jawa biasanya bilang : “Pak/Bu ngaturaken sedaya kalepatan kula nyuwun ngapunten” yang memiliki arti kurang lebih seperti ini : “Pak/Bu saya meminta maaf atas segala kesalahan saya mohon dimaafkan”. Tetapi tidak semua kata-katanya seperti itu, tergantung kebiasaan dan bahasa sehari-hari. Setelah selesai meminta maaf biasanya orang tua akan menjawab bahwa kita dimaafkan, lalu kita salim dan mencium dan memeluk mereka.
- Berziarah ke Makam
Tidak semua bisa meminta maaf kepada orang tua secara langsung, banyak juga dari kita yang sudah ditinggal oleh orang tua kita lebih dahulu sehingga tidak bisa bertemu lagi. Memang kita sudah tidak bisa meminta maaf kepada orang tua, namun kita bisa mendoakannya, meminta kepada Allah supaya dosa kedua orang tua kita diampuni dan dimasukkan ke dalam surganya Allah. Ketika berziarah biasanya kita juga membersihkan dan menaburkan bunga di atas makam.
- Menyiapkan Hidangan
Hari raya idul fitri tidak afdhol apabila kita tidak menyiapkan hidangan untuk para tamu, hidangan yang disuguhkan bisa berupa makanan ringan, buah-buahan, aneka permen di ruang tamu, entah ada tamu yang datang atau tidak, tetapi menyiapkan makanan ringan dan minuman sangat wajib ketika lebaran berlangsung.
- Bersilaturahim atau Sejarah
Bersilaturahim, sejarah, atau orang Jawa biasa menyebutnya “nglencer”. Tradisi nglencer selalu dilakukan ketika lebaran tiba, yaitu dengan mendatangi rumah tetangga satu ke rumah tetangga yang lainnya secara bersama-sama dengan keluarga maupun teman, dan berjabat tangan kemudian saling meminta maaf. Selain ke rumah tetangga juga ke rumah sanak saudara yang jauh. Namun selama dua kali lebaran ini kita tidak bisa secara bebas bersilaturahim secara langsung, karena pemerintah menganjurkan untuk bersilaturahim secara virtual, yaitu secara online dengan melakukan video call melalui aplikasi whatsapp, google meet, maupun zoom untuk mencegah penularan virus corona.
Meskipun pemerintah sudah mengimbau untuk melakukan sejarah secara virtual, namun tradisi nglencer atau sejarah ini masih tetap saja dilakukan secara langsung oleh masyarakat pedesaan, karena meminta maaf secara virtual kurang mengena dan masih terasa seperti belum meminta maaf, banyak yang merasa kurang afdhol apabila lebaran tidak sejarah secara langsung ke rumah tetangga.
Supaya hari raya idul fitri tetap bisa dilakukan dengan nyaman dan tetap mematuhi peraturan dari pemerintah, warga pedesaan tetap diwajibkan untuk selalu menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, memakai hand sanitizer,
dan senantiasa menjaga jarak. Penerapan protokol kesehatan sudah dilakukan sejak lebaran tahun lalu, namun perbedaannya tahun lalu terasa sangat ketat, bahkan untuk melakukan sejarah ke tetangga Desa pun tidak bisa, karena Desa benar-benar ditutup sehingga tidak ada yang bisa masuk dan terlihat sangat sepi.
Lebaran di masa pandemi memang sangat terasa perbedaannya, namun lebaran tahun ini jalanan sudah mulai ramai, hampir setiap rumah selalu ada orang yang bertamu. Banyak warga Desa yang mulai tidak memakai masker ketika sedang melakukan sejarah, banyak yang merasa begitu yakin semua akan baik-baik saja, karena merasa bahwa lingkungan sekitar terlihat aman, tidak ada berita atau isu yang terkena Covid-19. Sehingga memakai masker hanya ketika sejarah ke Desa sebelah maupun ketika merasa jarak yang ditempuh lumayan jauh. Bahkan ketika bertemu orang yang belum pernah dikenal sekalipun tetap melakukan jabat tangan dan bercengkrama dengan tenang tanpa ada perasaan was-was sedikitpun. Tetapi masih ada juga yang sadar, dan tetap mematuhi protokol kesehatan, karena merasa bahwa virus corona bukan virus yang sembarangan.
Bersilaturahim atau sejarah bukan hanya soal berjabat tangan lalu memakan makanan yang sudah dihidangkan, terkadang juga mengobrol santai sambil disodorkan dengan pertanyaa pertanyaan dari orang tua yang pastinya sudah bisa ditebak namun beberapa sulit untuk dijawab. Pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan adalah :
- a) Sudah kelas berapa? e) Kapan lulus?
- b) Kerja dimana? f) Sudah punya pacar belum? c) Kok tetap kurus / makin gendut? g) Sekolah /kuliah dimana? d) Kapan nikah?
Meskipun dari tahun ke tahun pertanyaan itu selalu muncul, ada beberapa pertanyaan yang sulit juga untuk dijawab. Seperti pertanyaan soal fisik yang semakin kurus/gendut, sudah punya pacar atau belum, dan yang paling sulit untuk dijawab adalah “kapan nikah?”, bagi para jomlo ditanya soal kapan nikah adalah ujian terbesar yang pernah ditemui selama melakukan sejarah. Sehingga banyak dari para jomlo yang hanya menjawab dengan senyuman, ada juga yang
menjawab sambil bercanda supaya penanya segera membantu mencarikannya pasangan. Lebaran adalah moment yang tepat untuk menyambung tali silaturahim, karena ketika lebaranlah semua orang sudah pasti punya waktu banyak untuk melakukan silaturahim kepada saudara yang jauh. Ketika sejarah, kita semua diwajibkan ikut oleh orang tua supaya
mengetahui saudara yang jauh, yang tidak pernah ketemu, dengan alasan supaya jika nanti ibu atau ayah kita sudah meninggal anak-anaknya tetap menjalin silaturahim dan tidak terputus tali persaudaraannya. Dengan begitu kita menjadi lebih tahu saudara-saudara dari ayah maupun ibu.
- Pemberian THR (Tunjangan Hari Raya)
Kita semua pasti suka apabila diberi THR (Tunjangan Hari Raya), bahkan jauh sebelum lebaran tiba kita sudah memikirkan “kira-kira nanti saya dapat THR berapa ya?”, “kira-kira tempat kerja saya memberikan THR atau tidak ya?”. Memang THR biasanya diberikan kepada para karyawan atau orang yang sudah bekerja, tetapi tidak semua orang bisa menikmati THR, karena ada yang bekerja di rumah sendiri, memiliki bisnis sendiri, ada juga yang tidak bekerja
karena di PHK sehingga tidak memiliki pekerjaan tetap. THR biasanya diberikan dalam bentuk barang berupa snack lebaran, minuman, maupun berupa uang, yang bisa untuk digunakan untuk membeli keperluan hari raya.
THR bukan hanya soal apa yang diberikan bos untuk karyawan, THR juga bisa berupa uang saku yang orang dewasa berikan kepada anak-anak ketika lebaran telah tiba. Uang yang diberikan pun beragam, ada yang bernominal mulai Rp2000 ada juga yang sampai Rp50.000 hingga Rp100.000, tergantung jumlah pendapatan dan siapa yang diberi. Namun bagi para
remaja sudah pasti menyadari dan tidak lagi mengharapkan THR, karena semakin banyak usia biasanya semakin sedikit yang memberinya uang saku, apabila ada biasanya itu hanya keluarga yang dekat-dekat saja.
- Petasan
Bulan ramadhan hingga lebaran memang identik dengan petasan, tradisi menyalakan petasan memang sudah turun-temurun sejak dahulu, meskipun banyak pemberitaan mengenai orang yang meninggal gara-gara terkena petasan masih saja hal itu tidak membuat anak-anak hingga orang dewasa kapok, mereka masih saja membuat dan menyalakan petasan. Tradisi petasan juga sudah sering dilarang, dihimbau di sana-sini, bahkan ada yang dirazia, namun tradisi ini sangat sulit dihilangkan.
Petasan yang dibunyikan pun memiliki jenis dan ukuran yang bervariasi, ada kembang api, petasan banting, petasan yang dirakit terbuat dari kertas lalu diberi obat sendiri dengan berbagai ukuran mulai dari yang kecil hingga yang sangat besar. Memang berbahaya, namun anak-anak
hingga orang dewasa laki-laki di Desa begitu menikmati dan tidak takut untuk menyalakan petasan tersebut. Ada yang dimodel rentengan seperti jajan, lalu ditaruh di atas tiang seperti bendera yang sedang dikibarkan, dan petasan besar lainnya di bawah, kemudian dinyalakan secara bersamaan. Suaranya yang menggelegar membuat jantung deg-degan, bahkan ada juga yang menutup telinga. Seketika terbayang, bagaimana rasanya orang-orang yang melakukan bom bunuh diri, maupun korban-korban yang berjatuhan karena di bom secara sadis. Banyak juga yang berani melihat dan mengabadikan ketika petasan itu meledak.
Petasan berfungsi untuk meramaikan bulan suci ramadhan, ketika takbir, dan hari raya tiba. Ketika malam takbir jalanan di Desa dipenuhi dengan kertas-kertas sisa petasan yang sudah meledak. Ditambah lagi setelah shalat idul fitri, biasanya petasan dinyalakan secara bersamaan sehingga menjadi tontonan dadakan warga setempat.
- Ketupat atau Kupatan
Orang Jawa menyebutnya sebagai kupatan atau rioyo kupat artinya hari raya ketupat. Kupatan sendiri berasal dari kata lepat yang berarti mengaku bersalah. Ketupat terbuat dari anyaman janur berbentuk ketupat dan berisi beras, janur kuning yang secara filosofi menurut orang Jawa diyakini bisa menolak bala. Tradisi kupatan dilaksanakan pada hari ketujuh bulan syawal. Kupatan sendiri merupakan salah satu tradisi masyarakat Jawa yang masih dilestarikan hingga sekarang.
Pada hari ketujuh bulan Syawal ini, masyarakat akan membawa ketupat ke masjid untuk dimakan secara bersama-sama dengan jama’ah yang lainnya. Sebelum menikmati kupat tersebut, Imam atau yang mewakili memimpin do’a bersama dan tahlil, hal ini dilakukan untuk memohon ampun kepada Allah SWT. Biasanya dilakukan sekitar pukul enam pagi ada juga setelah shalat maghrib. Setelah dari masjid, biasanya memberikan ketupat kepada tetangga yang disajikan dalam satu wadah dengan sayur ketupat yang dihidangkan dalam mangkuk.
Tradisi unik dari kupatan yaitu tradisi menggantungkan kupat ke langit-langit atau tepat di atas pintu, namun hal ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat saja, karena mereka percaya bahwa ketupat yang digantung merupakan wujud penghormatan kepada anggota keluarga yang sudah meninggal dunia. Jumlah ketupat yang digantung, sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang sudah meninggal.
- Halal Bihalal
Mirip seperti reuni, halal bihalal juga dilakukan untuk bertemu dengan keluarga, teman, sanak saudara, maupun kerabat yang lainnya. Namun perbedaannya halal bihalal identik dengan lebaran atau hari raya idul fitri. Memang benar, halal bihalal adalah suatu tradisi pertemuan yang dilakukan di hari raya idul fitri untuk bermaaf-maafan. Tradisi halal bihalal berasal dari Indonesia, bukan berasal dari Arab. Hanya masyarakat Indonesia yang melakukan tradisi halal bihalal setiap hari raya idul fitri. Pandemi covid-19 bukan menjadi halangan untuk tidak melakukan halal bihalal, tentu saja masih bisa dilakukan yaitu secara virtual, dengan menggunakan platform berupa whatsapp, google meet, zoom, maupun aplikasi lainnya yang mampu menghubungkan kita untuk bisa bermaaf-maafan, karena Islam sangat mencintai sikap saling memaafkan.