Oleh: Shafira Lutfiani Alaina

Kemungkinan besar, kita baru pertama kali belajar filsafat. Tetapi dapat dipastikan bahwa kita sudah pernah mendengar kata “fisafat” baik disebutkan orang lain di depan kita, membacanya dalam buku atau barang kali kita sendiri pernah mempergunakannya untuk memperkuat pernyataan kita. Nama-nama filosof besar dan ucapan-ucapannya yang laksana ‘kata-kata mutiara’ tentu pernah kita dengar, walaupun terkadang apa maksud ucapan mereka tersebut sulit dipastikan.

Anggapan umum pertama tentang filsafat adalah bahwa yang dibahas sebagai hal yang tinggi, sulit, abstrak dan tidak terkait dengan masalah kehidupan sehari-hari. Filosof sering digambarkan sebagai seorang yang mempunyai IQ dan intuisi yang jauh melebihi tingkat rata-rata manusia. Filosof juga dipandang sebagai seorang yang tidak memedulikan masalah sehari-hari, tetapi sibuk merenung dan memikirkan persoalan hakikat sesuatu yang sulit dicerna.

Jadi, jika filsafat hanya membuat kita ‘bingung’ dan tidak mampu menyodorkan ‘jawaban’ yang siap pakai, maka untuk apa kita susah payah belajar filsafat, apalagi berfilsafat? Tentu saja, jawaban dari pertanyaan ini adalah tergantung pada diri kita. Jika kita termasuk orang yang menerima begitu saja perkataan orang lain dan tidak memedulikan berbagai permasalahan yang kita hadapi sendiri, serta tidak ingin berpikir dengan sistematis, maka belajar filsafat menjadi tidak perlu. Tetapi, sebagai manusia normal yang ingin tahu, maka rasa ingin tahu akan terus menggelitik. Dengan mempelajari filsafat, jalan kita untuk memenuhi rasa keingintahuan tersebut akan lebih terarah dan lancar. Bukan saja dalam menjawab pertanyaan, tetapi juga dalam mengajukan pertanyaan dan dalam bentuk apa pertanyaan itu seharusnya dirumuskan. Lebih lanjut, filsafat akan memandu kita  untuk mengetahui tentang bagaimana dan di mana kita bisa mendapatkan jawabannya, paling tidak jawaban yang pernah dikemukakan para filosof sebelumnya.

Dalam semua kasus ini, kata ’filsafat’ barangkali dapat digantikan dengan ‘teori’. Secara lebih umum lagi, dalam perkataan sehari-hari, ‘filsafat’ lebih banyak bermakna ‘pemikiran’ atau ‘pendapat’. Pernyataan bahwa “ia berfilsafat begini,” maksudnya adalah “ia berpendapat seperti itu.”

Di kalangan masyarakat, ‘filsafat’ kerap dikaitkan dengan keinginan untuk memikirkan suatu permasalahan secara lebih jauh dan mendalam dan tidak terbatas pada tuntutan lahiriah. Siapa yang tidak sedih mengalami kegagalan setelah berupaya dan berkorban segala macam, tetapi nasehat yang datang “cobalah lebih filosofis melihatnya. Pasti ada hikmah yang tersembunyi di balik kegagalan ini!. Atau juga, berjuanglah dengan memakai filsafat garam, dan jangan pergunakan filsafat gincu!” demikian nasehat para orang pintar.

Citra umum bahwa filsafat itu sulit dan rumit juga tergambar dari komentar (biasanya dengan nada sinis) masyarakat, ketika mereka mengetahui bahwa kita adalah orang yang ungkapannya sulit dipahami atau pemikirannya payah di telusuri, lalu masyarakat berkata “wah, sudah berfilsafat pula dia sekarang!”. Akibatnya, beberapa pihak menyimpulkan bahwa ketika pemikiran filsafat atau buku filsafat (termasuk dosen filsafat) sulit dipahami, berarti pemikiran dan buku filsafat itu lebih baik dan lebih hebat. Padahal, semua ini tidak benar.

Menurut catatan sejarah, kata ini pertama kali digunakan oleh Pythagoras, seorang filosof Yunani yang hidup pada 582-496 sebelum Masehi. Cicero (106-43SM), seorang penulis Romawi terkenal pada zamannya dan sebagian karyanya masih dibaca hingga saat ini, mencatat bahwa kata ‘filsafat’ dipakai Pythagoras sebagi reaksi terhadap kaum cendekiawan pada masanya yang menamakan dirinya ‘ahli pengetahuan’ Pythagoras menyatakan bahwa pengetahuan itu begitu luas dan terus berkembang. Tiada seorangpun yang mungkin mencapai ujungnya. Jadi, jangan sombong menjuluki diri kita ‘ahli’ dan ‘menguasai’ ilmu pengetahuan, apalagi kebijaksanaan. Kata Pythagoras, kita ini lebih cocok dikatakan sebagai pencari dan pencinta pengetahuan dan kebijaksanaan, yakni filosof.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan